Seimbangkan Beragama ke Luar dan ke Dalam Diri
Iha camutra wa kamyam
prawrttam karma kirtyate
niskamam jnanapurwam
tu niwrttamupadicyate. (Manawa Dharmasastra.XII.89)
Iha camutra wa kamyam
prawrttam karma kirtyate
niskamam jnanapurwam
tu niwrttamupadicyate. (Manawa Dharmasastra.XII.89)
Maksudnya:
Pengertian perbuatan-perbuatan yang menjamin tercapainya
harapan-harapan di dunia ini atau di waktu mendatang disebut prawrtta.
Tetapi perbuatan-perbuatan yang dilakukan tanpa keinginan akan pahalanya
didahului dengan penentuan ilmu disebut niwrti.
UMAT Hindu dalam
melakukan kegiatan beragama Hindu nampaknya lebih banyak
kecenderungannya di luar dirinya atau disebut Prawrti Marga. Kegiatan
itu seperti melangsungkan upacara yadnya dengan banten-nya yang serba
besar dan banyak serta dengan waktu berlama-lama dengan melibatkan
tenaga yang kolosal. Demikian juga perayaan hari raya agama dengan
kemeriahan sosial budaya yang kadang-kadang berlebihan. Demikian juga
melakukan tirthayatra yang kadang-kadang sulit dibedakan dengan
berpelesiran. Banyak hal itu dilakukan dengan pemahaman yang sangat
dangkal dan tak nyambung dengan tattwa yang dikemas dalam kegiatan
tersebut seperti yang tertera dalam pustaka sastranya. Kegiatan beragama
Hindu yang tergolong Prawrti Marga itu tentunya akan baik dan wajib
dilakukan sepanjang dilakukan dengan baik, benar dan wajar sesuai degan
petunjuk sastranya.
Di samping itu kegiatan Prawrti Marga itu akan
amat bermakna apabila dilakukan seimbang dengan kegiatan Niwrti Marga
yaitu beragama ke dalam diri. Dewasa ini paradigma beragama yang
seimbang sedang tumbuh dalam masyarakat. Cuma yang perlu dilakukan lebih
serius adalah mendorong keseimbangan tersebut secara sadar dan
berencana. Dengan tumbuhnya berbagai pasraman dan berbagai kelompok
spiritual Hindu, lewat hal itulah kita mengharapkan adanya keseimbangan
arah beragama Hindu tersebut. Ritual itu hendaknya menjadi media
penguatan spiritual untuk diaktulisasikan meningkatkan kualitas
kehidupan individual, sosial dan kelestarian natural. Keseimbangan itu
akan menjadikan agama sumber peningkatan mutu hidup dalam segala
aspeknya.
Beragama Hindu itu hendaknya dapat dilakukan dengan
seimbang antara beragama ke luar diri dan beragama ke dalam diri,
seperti dinyatakan dalam Sloka Manawa Dharmasastra XII.89 dan Bhagawad
Gita XVIII.80.
Yang dimaksud dengan beragama keluar diri atau
Prawrti itu adalah beragama menggunakan semua ciptaan Tuhan yang ada di
luar diri manusia. Seperti alam lingkungan dan semua makhluk hidup
ciptaan Tuhan yang ada di bhuwana agung ini. Demikian juga mendekatkan
diri pada yang tertinggi dan tersempurna jiwa agung alam semesta yang
disebut Brahman. Sedangkan beragama dalam diri atau Niwrti adalah
beragama dengan menggunakan segala hal yang ada dalam diri kita sendiri
terutama atman jiwa dari bhuwana alit.
Upanishad menyatakan: Brahman atman aikyam. Artinya, brahman dan atman adalah sama. Beragma Hindu itu adalah upaya untuk menemukan antara atman yang diselubungi oleh Panca Maya Kosa dengan Brahman yang transenden dan imanent dalam bhuwana agung. Beragama yang Niwrti itu juga menggunakan unsur-unsur dalam diri seperti tingkat kesadaran budhi, kadar kecerdasan intelektual, kadar kepekaan emosional dan keadaan indria dengan semua unsur badan jasmani sebagai perlengkapannya. Beragama dengan Prawrti pun sering konteksnya tidak konek dengan teks sastra sebagai acuan melakukan kegiatan ritual dan seremonial agama Hindu. Misalnya semua upacara yadnya dan hari raya agama Hindu itu tidak ada yang mengajarkan agar umat mengumbar indrianya atau media berhura-hura mengumbar nafsu. Justru ritual Hindu yang sakral itu sebagai media untuk mulatsarira menguatkan daya spiritual.
Daya spiritual itu untuk mengarahkan hati yang cerah, kecerdasan intelektual dan kehalusan emosi. Semuanya itu dapat berdaya guna untuk mengatualisasikan kasih sayang berdasarkan dharma. Hal ini akan terjadi seimbang apabila kegiatan Niwrti itu melakukan pengawasan kesadaran hati nurani untuk memberi pencerahan pada laku intelektual sehingga pikiran yang cerdas itu untuk kebenaran dan kebaikan bersama. Tidak memanjakan pikiran dan perasaan untuk berekspresi tanpa kendali daya spiritualitas. Itulah bentuk beragama yang Niwrti. Jangan kegiatan Prawrti itu justru menutup kegiatan Niwrti. Misalnya melakukan kegiatan beragama yang berhura-hura tanpa dasar sastra. [Weda Wakya - Ketut Wiana, Balipost Minggu, 3 November 2013].
Upanishad menyatakan: Brahman atman aikyam. Artinya, brahman dan atman adalah sama. Beragma Hindu itu adalah upaya untuk menemukan antara atman yang diselubungi oleh Panca Maya Kosa dengan Brahman yang transenden dan imanent dalam bhuwana agung. Beragama yang Niwrti itu juga menggunakan unsur-unsur dalam diri seperti tingkat kesadaran budhi, kadar kecerdasan intelektual, kadar kepekaan emosional dan keadaan indria dengan semua unsur badan jasmani sebagai perlengkapannya. Beragama dengan Prawrti pun sering konteksnya tidak konek dengan teks sastra sebagai acuan melakukan kegiatan ritual dan seremonial agama Hindu. Misalnya semua upacara yadnya dan hari raya agama Hindu itu tidak ada yang mengajarkan agar umat mengumbar indrianya atau media berhura-hura mengumbar nafsu. Justru ritual Hindu yang sakral itu sebagai media untuk mulatsarira menguatkan daya spiritual.
Daya spiritual itu untuk mengarahkan hati yang cerah, kecerdasan intelektual dan kehalusan emosi. Semuanya itu dapat berdaya guna untuk mengatualisasikan kasih sayang berdasarkan dharma. Hal ini akan terjadi seimbang apabila kegiatan Niwrti itu melakukan pengawasan kesadaran hati nurani untuk memberi pencerahan pada laku intelektual sehingga pikiran yang cerdas itu untuk kebenaran dan kebaikan bersama. Tidak memanjakan pikiran dan perasaan untuk berekspresi tanpa kendali daya spiritualitas. Itulah bentuk beragama yang Niwrti. Jangan kegiatan Prawrti itu justru menutup kegiatan Niwrti. Misalnya melakukan kegiatan beragama yang berhura-hura tanpa dasar sastra. [Weda Wakya - Ketut Wiana, Balipost Minggu, 3 November 2013].
No comments: